Cinta Yang Terenggut (Fredy S) - Bagian 2

FREDY S.
CINTA YANG TERENGGUT



Cerita ini adalah fiktif, bila ada persamaan nama, tempat maupun peristiwa, itu hanyalah kebetulan belaka, dan tidak bermaksud menyinggung siapapun.

Bagian 2

SEORANG wanita berparas cukup cantik membukakan pintu. Suara lembutnya bertanya pada tamu-tamunya, siapakah yang mereka cari.
  “Saya ada perlu dengan Reyni.
  “Mbak siapa?
  “Saya Annete dan ini anak saya Dani. Jawab Annete memperkenalkan dirinya. Kelihatannya, Nama-nama yang disebutkan Annete tidak familiar ditelinga Reyni. Dahi wainita itu mengernyit menunjukkan rasa asingnya.
  “Siapa ya? Dimana kita berkenalan?”
  “Saya akan menjelaskannya, tapi sebelumnya boleh kami masuk?”
  “Oh! Maaf ya, sampai saya lupa mempersilahkan Mbak masuk, Silahnkan..” Katanya ramah.
  Annete dan Dani masuk. Mereka duduk bersisian menghadap sang tuan rumah. Sekilas Annete memperhatikan keadaan disekitarnya. Tidak terelalu mewah pereabotan yang nampak, penataan pun terkesan rapi.
  “Sebentar ya..”
  “Terima kasih Reyni, tak perlu repot repot menyuguhkan minuman, karena kami tidak lama, Dan saya ingin langsung bicara pada permasalahannya”. Ucap Annete tegas. Reyni tertahan ditempat duduknya dan siap mendengarkan apa yang akan disampaikan tamu nya. Sikapnya terlihat tenang meskipun diliputi rasa penasaran.
  “Tentunya anda maengenal Faisal, dia adalah suami saya sekaligus Ayah Dani, kedatangan kami kemari jelas berhubungan dengan Faisal”. Annete berusaha setenang-tenangnya mengawali pembicaraan penting diantara mereka. Justru kekagetan telihat dari pihak tuan rumah.
  “Kami sudah cukup lama berumah tangga, sekitar tujuh belas tahun. Waktu yang cukup panjan untuk mengenal kepribadian masing-masing dan terus terang saja, saya melihat perbedaan menyolok Faisalsekarang dengan Faisal yang saya kenal tujuh belas tahun yang lalu.
  Sekilas Annete menggambarkan kondisi Faisal pada masa mudanya dan pada masa perkawinan mereka. Suaminya itu dapat disebutkan bershaja, tidak memiliki apa-apa selain cintanya pada Annete. Perekonomian keluarga ditunjang sepenuhnya oleh orang tua Annete.
  Lambat laun Faisal menunjukkan kemampuannya dalam menghidupi istri dan anaknya. Karirnya berkembang cepat setelah keluarga Annete membiayai studinya. Hingga saat ini mereka hidup mapan dan berkecukupan. Annete pun bahagia hidup bersama suami dan anaknya samapai didengarnya berita penyelewengan Faisal.
  “Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa pada kasus ini, entah Faisal, saya ataupun anda. Barangkali juga kita semua bersalah, dan saya sudah merenungkan banyak hal dan mempertimbangkan segala sesuatunya, hingga pada suatu keputusan..” Annete terdiam melirik Dani yang menganggukkan kepalanya pertanda setuju.
  “Saya ingin menasihati anda supaya bicara dengan Faisal dan meminta pertanggung jawabannya”.
 “Mama?” Dani menolak kaget, tidak mengerti maksud ibunya yang sebenarnya. Begitu pula dengan reaksi Reyni. Kekagetan yang dirasakannya bertubi-tubi. Setelah mengetahui tamu-tamunya tak lain adalah anak dari istri kekasihnya, sekarang dia dihadapkan pada keinginan Annete yang ganjil baginya.
  “Mama sudah merenungkan keputusan ini dengan sebaik-baiknya Dan. Papamu harus menikahi Reyni utnuk menunjukkan tanggung jawabnya. Dia tak boleh pengecut, hanya bisa sembunyi-sembunyi berhubungan dengan Reyni. Kamu tak mau mempunyai Ayah seorang yang pengecut bukan?”
  “Artinya mama bersedia Mama dimadu bila Papa menikah lagi?”
  Tentu saja tidak Dan, Mama sudah patah arang, mengertikah maksud Mama?”
  “Sejak Mama dengar dia menyeleweng, perasaaan yang ada dihati Mama sudah lenyap. Mama jadi kasihan padanya dan tak cukup beharga orang seperti Ayahmu itu dipertahankan. Mentang-mentang dia sekarang sudah berhasil, diabaikan begitu saja pengorbanan dan kesetiaan Mama. Huhh! Dia kira mama akan patah hati? Tidak!”
  Dani terengah. Mata Annete berkilat-kilat. Suaranya meninggi. Raut wajahnya begitu percaya diri. Dengan gerakan halus kepalanya adipalingkan ke arah rivalnya.
  “Reyni, anda jangan berdiam diri saja menghadapi Faisal, pasti anda tau kalau Faisal sudah bekeluarga buka? Lantas apa tujuan anda sendiri menjalin hunbungan dengan Faisal? Hanya sekedar bersenang-senang belaka? Saya tak percaya itu, dimana pun seorang gadis pastilah mendambakan perkawinan dan status yang jeals. Berjuanglah anda ke arah situ, Saya sudah memberikan peluangnya buakan? Pelunag itu harus anda gunakan sebaik-baiknya, hanya membujuk Faisal saja, tidak terlalu sulit bukan? Anda bisa mempergunakan kemampuan anda dalam meluluhkan hati Faisal,” Kata Annete menyarankan.
  “Saya mengerti anda ssaat ini kebingungan bicara, Ya keadaan yang anda hadapi begitu mendadak, dan tak terdugan bukan? Yang jelas, persiapkan diri anda menjadi nyonya Faisal yang sah, karena saya sudah memberi restu dan peluang ke arah itu, Selamat berjuang”. Annete mengakhiri kunjungannya deangan mengisyaratkan Dani untuk mengikutinya keluar.
  “Tunggu!” Akhirnya Reyni melontarkan suaranya sebelum tamunya pergi. “Apakah Faisal tahu, Mbak mengetahui hubungan kami dan menemui saya?”
  Oh! Tdak! Rasanya lebih baik dia tak tahu tentang kunjungan kami. Itu kalau anda ingin memuluskan bujukan agar Faisal mau menikahi anda. Biarkan dia memutuskan apa yang di inginkannya tanpa tahu tanpa campur tangan dan peluang ynag sudah saya berikan pada anda. Apakah anda tak penasaran ingin tahu bagaimana keputusan Faisal, Apakah dia cukup jantan dan dapat menunjukkan cintanya dengan menikahi anda.
  Seulas senyum sinis tersungging di bibir Annete. Namun taka dibiarkan Reyni berlama-lama menafsirkan saran dan senyumannya. Dengan bergegas, tubuhnya dibalikkan, digamitnya Dani keluar dari rumah Reyni.
  Seperti yang diduganya, Reyni tidak memanggilanya untuk kedua kalinya sebab memang saran dan petunjuknya begitu transparan. Sayang bagi Dani tidak. Pembicaraan yang didengarnya sungguh diluar dugaan. Memang dalam perjalanan, Ibunya tidak menjelaskan apa saja yang akan dibicarakan deangan penghancur keluarganyaa itu. Dari sikap diamnya Dani mengira Ibunya akan mengoceh, menasehati dan mengancam Reyni, entah apakah dengan skap lunak, wajah bersimbah air mata atau triakan histeris.
  Ternyata tidak stupun dari perkiraannya yang terjadi. Malahan Ibunya memberi peluang pada perempuan itu untuk menikah dengan Ayahnya. Dani benar-benar tak mengerti.
  “Mama,” panggilnya tak sabar. “Mama sadar akan apa yang sudah Mama lakukan?”
  “Apakah kamu menyesal dengan keputusan Mama Dan?” Kamu tak ingin berpisah dengan Papa mu? Mama tidak bermaksud demikian. Saran Mama padanya hanya untuk mengetahui apa keputusan Papa mu. Mama ingin tahu seberapa pengecutnya Papa mu, paham? Kalau memang akhirnya Papa mu memutuskan untuk menikahi Reyni, praktis kami bercerai, tapi bukan berarti kamu berpisah dengan Papa mu, Kamu bisa ikut Papa mu”.
  Oh! Tidak Ma! Dani ikut Mama, Dani tak mau ikut Papa kalau memang akhirnya Papa dan Mama bercerai,” Kata Dani melontarkan pilihannya. Annete menghela nafas berulang kali. Kelak dia akan tahu kemelut yang dihadapinya bisa membuatnya sesak nafas.
  Sorenya, seperti tidak terjadi apa-apa, Annete berusaha bersikap wajar terhadap Faisal. Ketenangan mempengaruhi Dani yang diam-diam memperhatikan Ayahnya. Faisal sendiri tidak menyadari dirinya amenjadi pusat perhatian istri dan anaknya.
  Malam semakin larut. Hati Annete semakin gelisah. Terpikirkan olenhya untuk tidur dikamar Dani, hanya saja alasan yang tepat belum didapatkannya. Diliriknya Faisal yang asik menonton televisi dengan komentar disana-sini.
  Dilihatnya Faisal manguap lebar-lebar.  Itulah pemandangan yang dinantikan dan diharapkan, Faisal mengantuk dan tertidur lebih dulu.
  “Kamu masih mau nonton TV Ann?”
  “Ya, Fimlnya seru.” Jawabnya bersemangat. Faisal menyerahkan remote TV pada istrinya dan masuk kedalam kamarnya. Huuuh! Leganya Annete ditinggal sendirian. Meski ia sebenarnya tidak serius mengikuti jalan cerita dari tayangan film di TV, ditahan-tahankan dirinya berada didepan TV dengan mata selalu melirik jam dinding.
  Setelah dirasakan waktunya cukup lama membuat Faisal terlelap, Annete menyusul ke kamarnya dengan kaki berjinjit agar suara langkahnya tidak tedengar.
  Nampak Faisal sudah terlelap dengan dengkur halusnya yang berirama. Annete berjalan pelan-pelan. Hati-hati direbahkan tubuhnya di atas pembaringan. Tubuh Faisal yang menelentang ditengah membuat tubuh Annete mepet ditepi pembaringan dan hal itu membuatnya tidak nyaman. Ketidak nyamannya bertambah saat tubuh Faisal bergerak ke arahnya dan tangannya menjangku pingganya. Uff! Pakah Faisal berpura-pura tidur padahal sebenarnya tidak?
  “Sall.. Sall..” panggilnya hati-hati.
  “Hmmmh?” Ada apa ann?” Nah! Betul kan? Faisal menyahut berarti dia belum tidur.
  “Hmm...” Annete kebingungan menjawab pertanyaan suaminya. Mengapa ia memanggil Faisal? Dengan cepat pikirannya mencari alasan.
“Hmm.. Sall, sudah lama aku tak menjenguk orang tuaku. Kalau besok aku jenguk sekalian bermalam disana, kau tak keberatan bukan? Hanya semalam saja Sal.”
“Yaa.. boleh..” Jawab Faisal setengah hati.
“Akah Dani ikut? Tanyanya lagi.
  “Ya tidak, dani tidak ikut. Msakah anak laki-laki ku ajak? Lagipula hanya semalam kok.” Jawab Annete mendapat gagasan dari pertanyaan suaminya. Ya, dia menginstruksikan Dani untuk mengamat-amati tingkah laku Ayahnya selama ditinggalkannya.
  Lamunannya terusik ketika dirasakan tubuhnya didekap. Jantungnya berdegup kencang. Dibayangkan lagi kejadian semalam akan berulang, bagaimanakah cara untuk mengantisipasi?
  “Aku mengantuk Sal..” bisiknya seraya menyentuh kelopak mata Faisal dengan jari jemarinya. Annete menunggu dengan tegangnya. Apakah Faisal akan melakukan sesuatu? Tangannya masih melingkari pinnggannya.
  Lambat laun ketengangan Annete mengendur setelah diyakininya Faisal telah mengantuk berat dan sempat memeluknya tanpa tindakan lanjutan. Untuk beberapa saat lamanya Annete terjaga. Tapi karena tidak ada gerakan kusus mengarah pada apa yang dicemaskan lama-kelamaan matanya mulai mengantuk hingga Annete tertidur pulas dalam dekapan suaminya.
  Tidak biasanya Annete berkunjung sekalian bermalam kerumah orang tuanya. Ayah dan Ibunya menyelidik curiga kalu-kalau Annete bertengkar dengan suaminya. Tapi dengan manis Annete menyatakan kepergiannyadirestui suaminya dan mereka tidak sedang bertengkar.
  Selai asik-asiknya Annete berbincang-bincang dengan Ayahnya sekitar bisnis keluarganya, Ibunya memberitahukan ada telepon dari Dani. Ah, pasti Dani akan memberikan laporan setelah tadi pagi Annete memaparkan rencananya.
  “Ada apa Dan?”
  “Ma, Papa tak ada dirumah, Papa menginap dirumah Reyni, baru saja Dani menelpon teman Dani”.
  “Ah, Masakah Papa mu terang-terangan begitu? Dia kan tahu kamu ada dirumah, kok berani-beraninya tidak pulang?” Tanya annete deangan suara rendah agar tidak terdengar orang tuanya.
  “Papa tidak tahu Dani ada dirumah.. begini ceritanya Ma. Tadi pagi setelah Mama pergi, Dani punya gagasan hebat. Terus Dani telepon Papa minta izin menginap dirumah teman dan sekalian Dani mintakan supaya Papa tidak memberitahu Mama, ehh Papa mengizinkan. Nah! Agak malaman Dani pulang kerumah Ma. Rumah kita terkunci, gelap lagi. Untukng Dnai bawa kunci duplikat, jadi bisa masuk kedalam rumah. Rencana Dani kalau tengah malam Papa pulang, Dani mau bilang kalau nginapnya batal, tapi sampai sekarang Papa belum pulang Ma”.
  “Cerdik juga kamu Dan, Mama saja tak berpikir sampai kesitu. Hmm..rupanya Papa mu memanfaatkan Mama dengan... Huhh! Biarlah, kita lihat hasil kerja perempuan itu”. Jawab Annete dengan geramnya. Mereka berbicara lagi mengulas perkembangan yang terjadi.
  “Ada apa Dani menelpon?” Tanya Ibunya menyelidik.
  “Ah.. Biasa. Bertanya kapan saya pulang Ma. Buntut-buntutnya minta tambahan uang saku, karena ada barang yang di incarnya”. Kata Annete berkeluk kesah dengan mimik kesal.
  “Kita teruskan pembicaraan yang tadi ya Pa, Eh.. sampai dimana?” Tanyanya sambil mengingat-ingat. Ayahnya menyebutkan topik terakhir yang mereka bicarakan.
  Maka bergulirlah pembicaraan disekitar bisnis Ayahnya yang adalah agen pemasok kebutuhan bahan pangan. Semasa gadis, Annete pernah membantu ala kadarnya karena Ayahnya tidak mengizinkan ia membantu serius supaya kuliahnya tidak terganggu.
  Kalau sekarang Annete menaruh minat, Ayahnya menyambut baik. Pada saat itu beliau sedang memikirkan penerusnya. Suatu kebetulan bila Annete tertarik, bukankah dengan begitu Ayah Annete tidak perlu kawatir melimpahkan usahanya pada anak kandungnya dan bukan pada orang kepercayaan sebagaimana pemikiran sebelumnya.
  Jadilah pembicaraan merka ibarat menurunkan ilmu dari sang Ayah kepada anaknya. Dengan menggebu-gebu Ayahnya memaparkan mata rantai perdagangan, keuntungan bersih, upaya memperbesar jaringan, teknik pemasaran dan lain-lainnya.
  Annete menyimaknya dengan penuh perhatian. Ayahnya tidak tahu kalau saat itu dia mulai mempersiapkan dirinya menghadapi kemungkinan terburuk yang akan menimpa rumah tangganya.
  Mereka berbicara sampai larut malam. Annete amat puas mendapatkan gambaran konkrit dari ayahnya tentang bisnis yang akan dijalankan. Secara tersamar Annete mengisyaratkan kesediannya amelanjutkan kepemimpinan Ayahnya dengan bertahap.
  Setelah pembicaraan malam itu, kepercayaan Annete tumbuh. Dihadapan Faisal ia selalu bersikap biasa. Malahan Annete tidak berusaha menghindari suaminya di tempat tidur meskipun rasa muaknya masih terasakan. Tapi ia berhasil menyampingkan perasaan hatinya untuk memperoleh tujuan yang sebenarnya melalui perjuangan Reyni.
  Hari-Hari berlalu. Annete menanti dengan sabarnya. Dani lah yang tak sabar dengan megaktifkan dirinya dalam mengamat-amati perilaku Ayahnya. Laporan-laporan yang disampaikan pada Ibunya cukup memanaskan telinga Annete. Bagaaimana tidak? Perselingkuhan Faisal makin menggila. Dia mulai berani menginap dirumah Reyni dengan alasan tugas ke luar kota.
  Dani mencak-mencak sendiri menyaksika Ibunya tenang-tenang saja, tidak berbuat apa-apa.
  Menginjak bulan ketiga, Annete menyiapkan rencana lain karena rencana pertamanya tidak efektif. Batas waktu yang ditetapkannya dalam menentukan hasil perjuangan Reyni di anggapnya sudah habis. Sekarang ia harus menyiapkan rencana berikutnya. Keluhan-keluhan Dani amat mempengaruhi pemikirannya hingga ia makin larut memikirkan tndakan selanjutnya.
  “Anne.. aku mau bicara”. Faisal berucap membuyarkan lamunannya. Sepintas bayangan tubuhnya melintasi Annete yang sedang menyisir rambutnya didepan meja rias.
  “Bicaaralah”. Annete melihat Faisal lewat pantulan dicerminnya. Raut wajah serius, agak tegang dan muram. Tubuhnya menghadap ke istrinya yang membelakangi cermin. Tatapan mata mereka pun bertemu.
  “Kok diam? Katanya mau bicara?” Tanya Annete mencairkan kelakuan diantara mereka.
“Begini Ann, aku mau membicarakan sesuatu yang penting. Maaf sebelumnya kalau mengagetkan kamu”.
  “Soal apa sal?” Kok kelihatannya serius sekali?”
“Aku...” Faisal terdiam. Dari suaranya tercekat, Annete dapat memperkirakan berita yang akan disampaikan Faisal pastilah menyangkut hubungan mereka. Mungkinkah Faisal akan mengakui penyelewengannya?
  “Maafkan aku Ann, aku menjalin hubungan dengan seorang gadis tanpa setahumu. Sungguh mati, aku hanya iseng-iseng saja tapi dia..dia.. menjebakku. Ughh! Sekarang dia sudah hamil dan aku tak mungkin melepaskan tanggung jawabku.
  Mata Annete membesar. Ohh! Bukan karena terkejut mendengar apa yang dikatakan Faisal. Keterkejutan yang dirasakannya karena perangkap Reyni yang begitu ampuh. Wah! Perempuan itu benar-benar hebat. Isyaratnya ditangkap sebegitu baik dan dijalankan dengan amat sempurna. Pastilah Reyni sudah memperhitungkan langkah-langkahnya kali ini. Perempuan itu tak kan perlu merayu Faisal semanis-manisnya untuk menikahinya, cukup dengan membuat dirinya hamil. Hai! Ternyata Faisal tidak sepengecut yang dikira sebelumnya. Dia mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Teknik yang klasik dan hasilnya sebegitu ampuhnya.
  “Lantas kau mau apa?” Tanya Annet tanpa tedeng aling-aling. Suaranya terdengar bisa saja. Bagi Faisal yang sedang diburu keresahan inotasi suara istrinya terdengar beremosi.
  “Terpaksa aku harus menikahinya Anne, tapi aku berjanji, kalau anakku sudah lahir, dia akan kuceraikan dan akan kuberikan tujangan memadai untuk biaya perawatan anakku. Tentunya sesekali aku menjenguk mereka, aku berjanji Ann!”
  “Ahh.. jangan begitu Sal, kasihan dia. Lebih baik aku yang mengalah sajalah untuk kebahagiaan kalian. Nikahilah dia dan jangan ceraikan, jadila suami dan Ayah yang baik.
  “Sungguh Anne? Kau mengizinkan aku menikahinya?” tukas faisal terlonjak gembira.
  “Bicaraku belu selesai Sal, Ya aku mengizinkan kamu menikahinya dengan satu syarat, kau harus menceraikan aku”.
  “Apa?” Tanya Faisal. Kali ini lonjakan yang dirasakan menghempaskan kegembiraan yang baru dirasakannya.
  “Tidak Anne, jangan memberiku syarat itu, berikan syarat lain, Kumohon”. Pintanya memelas. Annete menggelengkan kepalanya. Dengan tegas ia menyatakan syarat mutlak, tidak dapat diganggu gugat.
  “Kalau kamu menghendaki demikin, bagaimana dengan Dani?”
  “Dani? Kau boleh membawanya, aku tidak keberatan”. Jawab Annete menggembirakan hati suaminya. “Hanya saja ada permintaan tambahan dariku, aku ingin kamu sendirilah yang menyampaikan perkawinanmu sekaligus perceraian kita pada Dani. Aku akan memintakan bantuan Ayahku mengurus perceraian kita”. Jelas Annete mengacaukan perasaan Faisal.
  Bagaimana hatinya tidak dikacaukan? Faisal gembira mengetahui Dani tetap bersamanya. Namun kegembiraannya menyurut seketika mendengar penjelasan Annete selanjutnya dimana Ayah mertuanya akan mengurusi perceraian mereka. Berarti dia akan berhadapan dengan laki-laki yang sangat berpengaruh dalam kehidupan pribadinya. Apakah dirinya sanggup?
  “Anne, tidak bisakah kita pertahankan perkawinan ini? Aku hanya sementara saja menikahi perempuan itu, aku janji untuk menceraikan prempuan itu. Ayahmu tak perlu lah terlalu jauh mengetahui urusan rumah tangga kita”. Bujuknya gemetaran.
  “Jangan menganggap remeh perkawinan keduamu Sal, kau begitu mudah mengobral janji akan menceraikan istrimu kelak, kau tidak memikirkan masa depannnya bersama anakmu, darah dagingmu sendiri. Ah.. sudahlah, aku malas berdebat denganmu. Aku tahu kamu sudah bosan denganku, untuk apa perkawinan ini kita pertahankan.”
  Faisal bungkam. Annete menghela nafas panjang.
  “Aku beri waktu kamu mempertimbagkan segala sesuatunya sebelum kau katakan pada Dani”.
  Baiklah, Baiklah”? Katanya amat pelan. Annete tidak mengusik Faisal dengan mendahuluinya tidur. Malam itu Faisal sama sekali tidak menyentuhnya. Problem yang mengacaukan pikirannya dan melenyapkan hasratnya bercinta. Baguslah itu. Annete sudah siap mental menghadapi kemungkinan yang satu itu.
Beberpa Hari Kemudian
“Apa? Mama memberi izin Dani ikut Papa? Mama kan tahu Dani tak mau”? Keluh Dani yang terkejut diberitahukan keingnan Ayahnya dalam memilikinya kalau pernikahan keduanya menyebabkan Annete bercerai dengan Faisal.
  “Dengar dulu rencana mama yang sebenarnya Dan. Kamu jangan asal protes”. Tegur Annete menyurutkan emosi anaknya.
  “Kamu lah kunci keputusan Papa dalam menceraikan Mama, Papa mu sebenarnya menghendaki kami tidak bercerai, malahan akan menceraikan Reyni kelak, tapi Mama bertahan deangan keputusan Mama, Papa mu bole kawin lagi asalkan Mama diceraikan, Nah.. Lantas Papa mu menanyakan keberadaan dirimu, jadi Mama relakan kamu ikut Papa, maksudnya supaya Papa mu tidak ragu-ragu menikahi Reyni dengan adanya kamu. Kalau jauh-jauh hari kamu menolak, Papa mu akan ragu. Menurut pemikiran Mama, malah Papa mu bisa membatalkan perkawinannya dengan menyuruh Reyni menggugurkan kandungannya”. Jelas Annete panjang lebar.
  “Tehnisnya begitu, pada pelaksanaannya tentu berbeda Dani. Ikutlah dengan Papa mu stu atau dua bulan, nanti kau berikan alasan apa saja supaya kamu balik ikut Mama. Tak perllu Mama ajari lagi, kamu bisa mencari alasan yang tepat kan? Misalnya tidak kerasan tinggal bersama ibu tirimu ketimbang dirimu dan lain-lain. Paham kamu Dan?”
  “Tapi Mama sendirian disini..”
  “Ah, Jangan sentimentil begitu Dan, kamu kan laki-laki. Mama saja tidak. Oh ya sudah terpikirkan oleh Mama, mungkin rumah ini akan Mama sewakan saja dan Mama tinggal dirumah Opa-Oma mu”.
  “Apa bisa begitu Ma? Memangnya rumah ini bukan punya Mama dan Papa?”
  “Ooh! Tidak. Semua harta, baik rumah, perhiasan dan simpanan di Bank milik Opa mu yang menjadi milik Mama mu. Papa mu itukan baru berhasil sepuluh tahunan ini, secara materil dia tidak memiliki banyak harta atau simpanan, habis kalu ada sedikit uang pasti diberikannya pada Reyni, ya kan? Apalagi mereka sudah cukup lama berhubungan. Eh.. Mama sendiri taunya dari kamu Dan”. Uca Annete sambil tertawa.
  “Mama tidak sedih menghadapi perpisahan ini?”
  “Ah, Mama sudah singkirkan semua perasaan pada Papa mu sejak Mama tahu dia berselingkuh. Cinta dan kasih sayang Mama sudah lenyap, tidak bersisa lagi. Takkan Mama sisakan sedikitpun untuk orang yang berhianat seperti Papa mu. Bodohlah kalau Mama mereatapinya, dida sudah tidak beharga lagi untuk Mama kasihi, untuk apa Mama pertahankan cintanya”. Katanya pasrah.
“Sudahlah, kita tak usah sentimentil Dan, ini kenyataan yang harus kita terima sekalipun amat pahit. Kau cukup berbesar jiwa untuk mengikuti Papa mu kan?”
  “Ya, Dani sudah mengerti rencana Mama”. Jawab Dani deangan kepala terangguk. Annete tersenyum lega.
  “Bagaimana kalau Dani kerasan tinggal bersama mereka dan Mama kehilangan Papa Dan Dani?”
  “Eh..eh..! Kau berani menghianati Mama Dan?” Annete mendelik, tangannya tak ayal lagi menjewer telinga Dani sampai anknya mengaduh-aduh kesakitan.
  “Ya, ya tidak Ma. Dani tidak bereani!” Teriaknya bereulang-ulang dengan mimik menggelikan. Annete melepaskan jewerannya, rambut anaknya di acak-acak dengan gemasnya.
  “Dani kan Cuma bercanda Ma, Dani kan sudah janji mau jadi pelindung Mama”.
  “Yaaa.. Mama tahu itu, Mama tahu Dani anak Mama yang baik”. Tukas sang Ibu dengan bangganya.

Bersambung...