Cinta Yang Terenggut (Fredy S) - Bagian 1

FREDY S.
CINTA YANG TERENGGUT




Cerita ini adalah fiktif, bila ada persamaan nama, tempat maupun peristiwa, itu hanyalah kebetulan belaka, dan tidak bermaksud menyinggung siapapun.

Bagian 1

“Keluyuran kemana saja kamu Dani? Sore begini baru pulang. Tegur Annnete kepada anak semata wayangnya.
  Dani tidak menjawab, Tas punggungnya dilemparkan bersamaan dengan dihempaskan tubuhnya ke sofa. Sikapnya itu mengundang tanda tanya Ibunya, apa yang sudah terjadi dengan remaja berusia lima belas tahun itu?
  “Dani, panggil Annete memancing jawaban atau penjelasan anaknya perihal keterlambatanya. Nampak seragam sekolahnya sudah lecek, wajahnya begitu muram dengan dengan bibir yang merengut. Garis-garis wajahnya tertarik kebawah. Ah, jelek sekali Dani-nya yang biasa ceria dan lincah
  “Dani habis dari rumah pacar Papa.” Kata-kata itu diucapkan dengan nada menyentak, bikin Annete kaget. Dahinya mengernyit seketika, apakah anak itu bercanda? Sepertinya tidak, Dani kelihatan bersungguh-sungguh dengan ekspresi wajah dan suara ketusnya.
  “Dani.. Dani.. Ngomong apa kamu? Pulang-pulang meracau begini? Sudahlah, mandi sana biar tubuhmu segar. Lantas makanlah, Mama sudah sediakan di meja.”
  “Aduh! Mama kok mengurusi tetek bengek hal-hal sepele seperti itu? Dengar Ma, Papa punya pacar, apakah Mama tidak terancam?”
  “Kamu dengar dari siapa tentang hal itu Dan?. Tanya Annete.
  “Jadi? Mama sudah tahu?” Dani balik bertanya dengan penuh minat.
  “Eeh.. malah balik tanya kamu Dan. Jawablah dulu pertanyaan Mama, dari siapa kamu dengar berita itu?”
  “Dani tidak dengar dari siapa-siapa kok, Dani lihat dengan mata kepala sendiri,” katanya mantap. Lalu dijelaskan apa saja yang diketahuinya dan bagaimana pula ia dapat mengetahui skandal Ayahnya sendiri.
  Suatu saat teman Dani mengajaknya bertandang ke rumah gadis remaja yang ditaksirnya. Sebenarnya Dani enggan menemani temannya, sebab ia tak mau menjadi kambing congek belaka. Tapi dengan gigihnya sang teman memaksa, alhasil Dani mendampinginya.
  Kejadian itulah yang membuatnya tidak sengaja memergoki Ayahnya berpacaran dengan tetangga gadis yang ditaksirnya. Ketika Dani dan temannya berniat pulang, mereka melihat Ayah Dani turun dari sebuah taksi dan menemui kekasih gelapnya.
  Tak ayal lagi, Dani menyelidiki lebih jauh sepak terjang Ayahnya bekerja sama dengan teman-temannya. Cewek yang ditaksir temannya itulah yang memberi banyak  informasi penting pada Dani.
  “Namanya Reyni Ma, usianya sekitar dua puluh limaan, bekerja disebuah show room mobil sebagai pramuniaga, dia tinggal sendirian menyewa rumah itu.
  “Annete terdiam, sulit untuk dipercayainya, tapi berita itu didapat dari anaknya, jadi? Ya, dia tak punya pilihan lain untuk mempercayai laporan Dani.
  “Ma, Mama...!” panggil Dani kuatir.
“Oh! Apa lagi yang kau ketahui Dan? Ba.. Bagaimana Papa mencari cewek itu?” Tanya Annete mulai gugup.
  “Teman Dani itu cerita banyak Ma, Papa sering datang siang-siang, Reyni ada dirumah, tidak masuk kerja mungkin membolos. Hmm.. lantas Papa terlihat pergi kalau sudah sore.”
  “Ohh..Dani! desis Annete dengan suara bergetar.
  “Mam tidak mengira Papa mu berbuat demikian, Mama tidak tahu. Keluhnya lemah, wajahnya memucat.
  “Sekarang Mama sudah tahu, Mama harus berbuat sesuatu, jangan biarkan semua itu tetap terjadi. Saran Dani berantusias, Matanya berkilat-kilat seakan akan siap meletupkan emosinya.
  Apa yang bisa Mama lakukan?” Tanya Annete bagaikan orang linglung. Dani meletakkan gerahamnya.
  “Mama harus bicara dengan Papa atau.. Mama bicara dengan Reyni?” Dani menyodorrkan dua pilihan kepada Ibunya.
  “Yaa, Mama harus bicara ,” ujarnya tak berdaya. Dani beringsut mendekatinya dan menyentuh lengannya lembut. Kecintaan dan kasih sayang pada Ibunya ditunjukkan lewat janjinya.
  “Jangan takut Ma, kalau Mama perlukan bantuan Dani, Dani takkan tinggal diam.” Begitulah janji yang diucapkannya. Annete menatapinya dengan sedih. Suaminya , Faisal seharusnya menjadi pelindung tapi buah hatinya justru tampil sebagai pelindung saat ini.
   Diliputi keharuan dan kedukaan Annete mengusap rambut anak lelakinya. Tak disangkanya, dalam kemudaan usianya, Dani berpikiran dewasa dan berani melindungi Ibunya, suatu hal yang membuat Annete terenyuh karena sikap Dani yang terpicu kelakuan buruk Ayahnya sendiri.
  “Dani sayang Mama dana Papa, Dani tak mau Mama terluka karena ulah Papa. Maaf berita yang Dani sampaikan hanya membuat Mama bersedih, makdud Dani kan baik, Dani ingin penyelewengan Papa berakhir,” Katanya perlahan.
  “Mama tahu itu Dan, sekarang kamu mandilah,” ucapnya berusaha menegarkan dirinya. Sepeninggal Dani, Annete merenung sendirian dengan hati yang sangat kacau.
  “Mengapa semua ini dapat terjadi? Apakah salahnya? Tujuh belas tahun usia perkawinan mereka, apakah waktu yang cukup panjang menyebabkan Faisal bosan dan mudah berpaling pada wanita lainnya?
  Dengan hati hancur Annete mengenang kembali segala sesuatu yang bermula dari keindahan. Mereka dipertemukan karena cinta dan bersatu dalam mahligai perkawinan juga karena cinta. Tak sedikit pun Annete memandang rendah Faisal yang begitu bersahaja, baik kehidupan pribadinya, masa depan atupun kepribadiannya.
  Sebernarnya perbedaan diantara mereka cukup banyak, Annete berasal dari kelurga yang lebih dari mencukupi, sebaliknya dengan Faisal, sehingga orang tua Annete agak ragu menerima lamaran calon suami untuk anaknya.  Itulah perbedaan amat menyolok disamping perbedaan lain yang berasal dari hal tersebut.
  Dengan cinta lah mereka mengatasinya. Tahun–tahun pertama perkawinan mereka amat sulit  terutama bagi Faisal beradaptasi dengan kehidupan istrinya.
  Pada mulanya dia begitu gigih bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Disamping itu Annete tidak di izinkan menikmati kekayaan milik orang tua nya.
  Tapi keadaan itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Baru saja Faisal gagal memenuhi kebutuhan rumah tangganya tapi Annete mati-matian membujuknya untuk memperdalam studinya agar kelak penghasilannya berlipat ganda dan tidak seminim itu.
  Akhirnya Faisal menurut. Selama Faisal studi, praktis orang tua Annete lah yang menunjang perekonomian keluarga. Makanya Annete memutuskan untk menunda kehamilannya sampai studi Faisal selesai. Dia ingin kelahiran buah hati mereka sepenuhnya menjadi tanggung jawab Faisal.
  Akhirnya cita-citanya kesampaian juga, betapa bahagia dan bangganya Annete menghadapi kelahiran Dani pada saat Faisal mendapatkan pekerjaan yang cukup baik.
  Lahirnya Dani menyemarakkan kehidupan merekasebagai suami istri.  Kahadiran Dani pun mengubah status Annete dan Faisal, bukan hanya sebatas suami istri saja tapi menjadi Ibu dan Ayah penambahan status itu memberikan tambahan tanggung jawab yang harus mereka emban terhadap Dani, buah hati mereka.
  Dengan langkah limbung Annete masuk ke dalam kamarnya dan menghapdap cermin besar. Bayangan tubuhnya terpantul disana. Matanya tak berkedip menyaksikan bayangan dirinya.


Usianya yang mencapai empat puluhan terasa menguatirkan, usia serawan itu mengundang kerut merut diwajahnya, pengenduran kekencangan kulitnya yang akan memudarkan kecantikannya, dan banyak lagi.
  Annete tidak mendapat kerutan yang berarti. Tapi hal itu tidak menentramkan hatinya. Penyelwengan Faisal yang dilaporkan Dani begitu mengguncang jiwanya dan melumpuhkan kebahagiannya selama ini. Pengorbanannya tidak berarti apa-apa. Faisal tidak berbeda dengan suami-suami yang menyimpan cintanya pada wanita lain dan menyelubungi perbuatannya dengan sempurna.
  Begitu sempurna, sampai Annete tidak pernah mencurigainya dan menganggap Faisal amat setia pada dirinya dan kehidupan mereka sekeluarga teramat bahagia.
  Annete menghela nafas panjang, panjang sekali. Dibalikkannya tubuhnya dan dihempaskannya di atas pembaringan. Ia menangis tersedu-sedu menyesali semua yang teerjadidan tidak mampu di elaknya. Kenyataan itu amat pahit, Faisal menyeleweng.
  “An.. Kamu kenapa? Sakit?” Faisal bertanya lembut. Annete menahan dirinya untuk tidak menagis dihadapan laki-laki itu. Sekian lama mereka mengarungi bahtera rumah tanggga, Jiwa raga Annete sudah diserahkan sepenuhnya pada suaminya. Cintanya begitu dalam dan sekarang, Ia berhadapan dengan Faisal yang diketahuinya berselingkuh. Annete amat terluka dikhianati orang yang dikasihinya sepenuh hati.
  “Anne..?
  “Aku tidak sakit, aku hanya kecapek’an saja”. Jawab Annete dengan suara datar. “Maaf makan malam mu tidak ku temani, tadi aku makan sama Dani. Sambungnya pula.
  “Tak apa. Kalau kamu capek, beristirahatlah Ann..” kata Faisal beranjak keluar dari kamarnya. Annete berebahkan tubuhnya lebih leluasa karena dikiranya Faisal tidak kembali dalam waktu dekat, tapi beberapa saat kemudian Faisal muncul lagi dengan membawa koran.
  “Aku juga capek, mau tidur, tapi sebentar lagi lah.. aku sedang ingin membaca koran. Kamu tidak kebaratan lampu dinyalakan?”
  “Tidak sal.” Jawab Annete singkat. Dipejamkan matanya, dibiarkannya Faisal membaca koran sampai selesai. Pikirannya tetap mengembara kemana-mana. Suasanya hening dan kedekatang fisik mereka membuat Annete ingin bicara mengenai penyelewengan Fasial. Tapi dia ragu-ragu. Dia belum memiliki keberanian, dan kesiapan mental menghadapi reaksi suaminya.
  Perasaan yang dominan hanyalah rasa sedih dan terluka. Ooh! Teganya Fasial menghianati cintanya yang tulus. Annete meretap dalam hatinya. Perlahan-lahan kelopak matanya terbuka, dilihatnya Faisal masih asik membaca koran.
  Kepalanya yang tertunduk sebagian terhalang lembaran koran. Annete dapat melihat matanya yang bulat, hidungnya yang mancung, dan garis-garis wajahnya yang begitu kuat.


Deg! Jantungnya berdegup keras, ketika ekor mata Fasial mengintai wajahnya. Annete dipergoki sedang meliriknya.
  “Belum ngantuk Anne..?
  “Belum.” Jawab Annete agak rikuh. Kelopak matanya terkatupkan lagi. Suasana mejadi hening kembali. Tetapi Annete tergoda untuk bicara, sepertinya waktunya memungkinkan. Faisal takkan lama membaca koran nya, hingga ia berkesempatan membahas penyelewengannya, dan tinggal mengarahkan keberaniannya saja.
  “Bagaimana pekerjaanmu hari ini sal?” Annte bertanya mengawali bicaranya.
  “Baik-baik saja. Ya, seperti biasanya cukup sibuk, dan untunglah hari ini tidak ada lembur.
  “Eh.. Mengapa kau tanyakan itu” kok tumbem?”
  Faisal mulai mengankat gelagat istrinya, dan Annete juga tegang.
  “Tadi siang aku menelpon ke kantormu, katanya kau tak ada, sedang keluar, memangnya ada tugas luar sal?”
  Ooh! Ya, ya ada. Aku menemui seorang relesi karena atasanku berhalangan. Eh ada apa kau menelponku?” Tanya Faisal dengan kelihatan agak gugup meski dapat mengatasi dengan begitu baiknya.
  “Entahlah .. aku juga tak paham, mengapa tadi siang aku ingin benar menelponmu, hatiku tak enak gitu.” Kata Annete menantukan raksi Faisal. Suaminya tergelak, kelihatan benar menyepelekan perasaannya. Disarankannya Annete untuk tidur. Korannya dilipat dan diletakkan di atas meja, lalu lampu kamarnya dimatikan.
  “Apakah kamu masuk angin Ann?” Tanya Faisal sambil memyentuh bahu istrinya.
  “Ah.. tidak sal.” Elak Annete. Dikiranya Faisal menilai ketidak enakan hatinya tadi siang karena gangguan kesehatan tubuhnya. Dugaan Annete keliru.
  Saat tangan Faisal ter ulur mendekap tubuhnya, disadarilah maksud sebanarnya laki-laki itu dalam menanyakan kesehatan tubuhnya.
  Annete disergap ketegangan luar biasa saat bibirnya dikecup Faiasal dengan luapan gejolak.
  Untuk pertama kalinya Annete merasa jijik dan tergesa-gesa mengakhiri kecupan bibir Faisal.
  “Ooh..! Faisal!” Annete memekik keras. Pekikkan yang berbeda kesannya, bila ia menikmati belaian tangan suaminya. Kedua tangan Annete menarik tangan Faisal yang sudah menyusup kedalam gaun tidurnya.
  “Sal..! Aku sedan tak ingin! Maaf!” Ucap Annete agak menyentak. Kaget juga Faisal menghadapi reakasi istrinya yang diluar dugaan. Dan seketika Faisal menjauhkan tangannya dari tubuh Annete.
  “Aku lupa kamu kecapaek’an. Bagaimana kalau kupijiti punggungmu?” Tawarnya manis. Kepala Annete digelangkan perlahan-lahan.
“Ohh! Annete? Mengapa?” Tanya Faisal tidak percaya. Yang ditanya bungkam. Hanya sorot matanya yang bersinar aneh.
  “Baiklah. Baiklah sayang, kamu benar-benar capek, tidurlah”. Bisiknya amat halus didekat telinga Annete. Lantas didekapnya tubuh Annete erat-erat. Tubuhnya yang bergetar dirasakan Annete, Mengisyaratkan kelaki-lakian Faisal malam itu. Biarpun ia mengetahuinya, tunuhnya sendiri tidak merespon apa-apa. Dingin, Pasrah, dan tidak bergeming.
  Geteran tubuh Faisal menghebat. Tak tertahan lagi, Tangannya menggapai tangan Annete yang dibimbingnya untuk membelainya. Ada waktu bebreapa detik lagi bagi Annete untuk mempertimbangkan, Apakah ia akan memenuhi keinginan Faisal, Ataukah tidak?
  Sekilas dibanaknya disusupi bayangan Faisal mencumbui wanita lain. Dan ketika Annete menegangkan jari-jemarinya hingga Faisal sulit mendapatkan apa yang di inginkannya. Tangan Annete yang kaku seakan menolak bimbingan tangan Faisal dalam melakukan sesuatu,
  “Annete..! Mengapa?” Tanya Faisal amat kesal.
  “Aku tak tahu. Aku tak ingin.” Jawab Annete dengan ketusnya. Faisal menggumam tak jelas. Dengan kesalnya, rangkulan tangannya dilepaskan. Lalu Faisal beranjak keluar kamar, tanpa bicara sepatah kata pun.
  Annete tercenung. Hanya sebentar saja. Ada suatu pemikiran baru yang mendebarkan hatinya. Faisal begitu marah menghadapi penolakannya. Ternyata laki-laki itu masih membutuhnkan tubuhnya. Hiiih! Annete semakin jijik dan muak menghadapi tipe suami sepertu Faisal. 
  Lantas muncul pemikiran baru yang ingin dicobanya. Dengan wajah menyeringai, Annete mengatur posisi tubuhnya. Dengan sedikit dimiringkan, dan gaun tisurnya disibakkan. Tentu dengan posisi itu pahanya yang mulus dan berisi akan terlihaat menantang kelaki-lakian suamainya. Yah Annete paham benar akan kelemahan Faisal, sekian belas tahun bersuamikan Faisal, dia sudah mengenal kebiasan dan karakter Faisal ditempat tidur.
  Nah! Beres sudah, Disingkirkan selimutnya jauh-jauh. Dinantikannya Faisal muncul lagi dikamarnya. Dan selama menunggu, Annete tidak mengubah posisi tubuhnya. Biarpun dia sudah pegal Faisal belum muncul juga. Lama kelamaan Annete bosan. Kantuk mulai menyerang dirinya. Entah berapa lama ia terlelapkan. Tahu-tahu Annete merasa tubuhnya diobrak-abrik. Begitu panaik dan ngerinya Annete terjaga karena perlakuan kasar Faisal.
  Tubuhnya digerayangi sedemikian kasarnya. Bibirnya disergap dan dilumat dengan bernafsunya. Tanpa sadar Annete meronta dan melepaskan bibir Faisal. Tapi tindakannya justru melucut keberanian Faisal dalam menegasarinya. Tangannya memegangi kepala Annete, dan ciumannya terasa makin menjijikkan . Annete tak berdaya mengelak memalingkan kepalanya.
  “Faisal!” Teriak Annete begitu nyalang tepat saat Faisal menarik nafasnya.
  “Ohh! Annete! Kenapa kamu sengaja menolakku supaya aku lakukan ini semua ini?”
  “Tidaakk! Gila Kau sal..! Aku tak ingin!” Teriak Annete dengan tunuuh meronta. Dikerahkan tenaganya untuk menarik kdeua tangan Faisal.
  Terlambat. Gerak refleks Faisal belum hilang. Dia hanya terkesiap sebantar saja, Tangannya begitu cepat menyambar pingggang Annete, ditarik sekuat-kuatnya sehingga tubuh istrinya terjerembab kedalam pelukannya.
  Luar biasa kegeetnya Annete menghadapi keliaran Faisal yang berbeda deangan sebelumnya.
  “Lepaskan aku sal! Aku tak mau kau mengasariku. Ouuh! Hentikan!” Pekik Annete berulang-ulang. Rontanya semakin kuat melawan kekasaran Faisal.
  “Astaga! Kita belum pernah begini, kau benar-benar luar biasa Ann..! Teruslah berpura-pura menolakku, aku akan meringkus kelinci nakalku dan membantainya pelan-pelan. Ohoo.. kamu sedang menguji kekuatanku untuk menggempurmu?”
  “Faisal! Aku serius! Aku tak mau! Jangan paksa aku Sal..!” Teriak Annete dengan suara mulai melamah. Tangan-tangan kuat Faisal dan kebengisannya begitu menakutkan begi Annete. Suaranya mengeram seakan menuntut haknya.
  “Ayolah Annete.. kau suka kita bercinta seperti ini?” Tanya Faisal menantang. Gereakan-gerakan sebelumnya diulanginya. Dan bagi Annete, melewatkan kebersamaan dengan cara se aneh itu teramat menyiksa dirinya. Dia juga tidak mengerti bagaimana Faisal dapat menikmatinya.


“Faisal..! Kau..Kau..memperrrkossakkkkuhh..! akku tak ingin!” Teriak Annete saat merasa keterpaksaannya memuncak bersamaan deangan dengusan nafas Faisal. Kedau tangannya dikunci dengan Faisal hingga tak bergerak. Sementara suaminya tetap berusaha mendapatkan haknya. Annete merasa sakit luar biasa dipaksa melayani Faisal dengan cara paksa seprti itu.

  “Ohh..! Ouugghh..! Annete tak tertahan menahan rasa sakit dan akhirnnya menumpahkan air matanya. Tubuh dan kepalanya ditelungkupkan ke atas bantalnya, supaya suara isakannya tidak terdengar. Annete merasa sedih, terhina dan sakit diperlakukan seperti itu. Dan dia tahu, Faisal tidak menyadari sepenuhnya akan reaksinya dan tetap menganggap kepura-puraannya hanya untuk memancing keberaniannya.

"Cara Mendapatkan Istri Idaman"
"Cara Mendapatkan Istri Idaman"

  “Annete..! Tidurlah! Apa-apaan kamu menangis? Maaf kalau aku kasar, habis kamu juga yang memancingku”. Katanya beringsut mengintai wajah Annete dan membelai rambutnya sekenanya. Annete merasaka pipinya dikecup sebelum tubuh Faisal  direbahkan kembali. Tak lama kemuduan terdengar dengus nafasnya yang halus dan beraturan. Suaminya sudah terlelapkan.
  Annete menyusut air matanya deangan ujung jarinya. Seteleh iyu ia berusaha untuk tidur meski teramaat sulit. Dan luka hatinya semakin ternganga. Luka yang diakibatkan ulah Faisal.
  Malam itu terasa amat panjang. Suntuk pikiran Annete untuk memikkirkan tindakan selanjutnya dalam menanggapi penyelewengan Faisal. Sebagaimana yang disarankan anak remajanya, Dia harus bicara dengan suaminya ataukah dengan perempuan itu? Yang pertama baru saja gagal. Mungkin lebih baik Annete bicara dengan... siapa nama perempuan jalanan yang mempora-porandakan rumah tangganya? Uggh! Annete benar-benar ingin melabraknya.
  Tidak berbeda deangan pagi-pagi sebelumnya. Para penghuni rumah itu pun melakukan aktifitas rutin, mulai dari mandi, sarapan bersama dan mempersiapkan segala sesuatu sebelum pergi dari rumah mereka.
  Dani agak tegang menhadapi kedua orang tuanya dimeja makan.  Baik Ayahnya maupun Ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda pertengkaran semalam. Ketiadaan perbincangan dianatara ketinganya membingingkan Dani. Berkali-kali diliriknya Ayah dan Ibunya dengan ekor matanya.
  “Bagaimana sekolahmu Dan?” Sudah musim ulangan apa belum?”
“Baik Pa, kebetulan belum musim ulangan”. Jawab Dani agak kaget ditanya sekali selagi hatinya sibuk menerka-nerka.
  “Syukurklah. Kamu belajar bak-baik biar lulu SMP dengan nilai bagus yang terpilih.” Kata Faisal mengakhiiri sarapannya.
  “Aku pergi Anne..” Kata Faisal seraya bangkit. Annete mengguman tak jelas. Dani yang berada diseberang meja melirik terang-terangan deangan mengangkat wajahnya. Anak laki-laki itu begitu terkesiap melihat adegan selanjutnya, dimana Ayahnya membungkuk dan mengecup pipi Ibunya dihadapannya.
  Annete juga terecengang. Kepergian Faisal diikuti dengan pandangan matanya.
  “Mama sudah bicara?” tanya Dani tak sabar. Suaranya amat pelan, sebab ia kuatir terdengar Ayahnya meski sudah meninggalkan ruang makan.
  “Belum Dan, Mama pikir Mama lebih baik bicara dengan perempuan itu...”
  “Ah.. siapapun namanya, Mama tak peduli. Mama perlu bantuan kamu Dan, bisakan sepulang sekolah nanti kita langsung kesana?”
  “Ya, ya Dani temani mama menemuinya”. Jawab Dani mengagukkan kepalanya.
  Mama akan bicara dan muah-mudahan saja pembicaraan itu berhasil menuntaskan ganjalan kita semua”. Ucap Annete dengan pandangan menerawang.
  “Oke, Dani pergi Ma. Dani akan cepat pulang, Mama tunggu aja”. Kata  anaknya berpamitan.
  Annete mengagukan kapalanya. Sepeninggal Dani, tangannya mengelus pipinya yang dikecup Faisal. Huh! Ciuman si penghianat! Tangannya dikibaskan dengan jengkelnya.
  Pikiran Annete dipenuhi keresahan dalam membayangkan tindakan selanjutnya. Berbagai rencana disusunynya dengan pertimbangan yang dipengaruhi emosi dan kebencian.
  Dia akan menemui perempuan itu. Apa yang pantas dilakukannya? Melabraknya sebagaimana sikap para istri lainnya bila perkawinannya terancam akibat pihak ketiga? Atau dengan tumpahan air mata ia meminta belas kasihan kepada perempuan itu agar melepaskan jerat terhadap suaminya? Manakah diantara kedua pilihan tersebut yang lebih baik dilakukannya?
  Pikiran dan perasaan Annete larut memikirkan hal itu. Tak terasa waktu pun sudah beranjak, siang harinya Dani pulang, Sang Ibu sudah tak sabar untuk menhajak Dani menemui orang yang sudah mempora-porandakan rumah tangganya.
  Dani cukup kritis dalam menghadapi segala sesuatunya. Sebelum berangkat ia menelpon cewek yang ditaksir temannya untuk mengetahui sekiranya siang itu Ayahnya bertandang kerumah Reyni.
  “Bagaimana Dan? Apa kata temanmu itu?” Tanya Annete tak sabar.
“Papa tak datang dan Reyni ada di rumahnya”.
“Kalau Papamu tak datang, mengapa ia tak bekerja?” Annete kebingungan mengetahui Reyni tidak bekerja.
  “Menurut teman Dani, ada hari-hari tertentu ia tak bekerja tapi buakan berarti dia ada janji dengan Papa. Kabarnya dia kerja bergiliran dengan temannya.
  “Kebetulan kalau bergitu, Ayolah kita kerumahnya”. Putus Annete menunjukkan kesiapan mentalnya.

Bersambung...